Tarikh Tasyri' 10 -

PENGERTIAN TARIKH TASYRI’ DAN PERIODESASINYA

A. Pengertian Tasyri’
Tarikh tasyri’ terdiri dari dua term kata yaitu tarikh, yang berarti sejarah dan tasyri’ yang berarti penetapan hukum. Dengan demikian tarikh tasyri’ al-Islami secara sederhana dapat difahami sebagai sejarah penetapan suatu hukum.

Dari segi bahasa, tasyri’ berarti pembuatan hukum atau peraturan. Sedangkan pengertian tasyri’ menurut istilah sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf “Tasyri’ menurut istilah syara’ ialah pembentukan‘ hukum undang-undang untuk mengetahui hukum-hukum sebuah peristiwa dan perbuatan seorang mukallaf “.

Dengan demikian yang dimaksud dengan Tarikh Tasyri’ ialah Pembahasan mengenai aktifitas sejarah manusia dalam membentuk perundang-undangan untuk mengatur manusia dan pembahasan mengenai keputusan hukum pada masa lalu yang disusun secara sistematis dan kronologis.

Secara literer tarikh tasyri’ juga dapat difahami sebagai ilmu yang membahas tentang keadaan fiqih Islam pada masa kerasulan (Nabi Muhammad SAW) dan masa-masa sesudahnya, dimana masa-masa itu dapat menolong dalam pembentukan hukum, dan dapat menjelaskan hukum yang tiba-tiba datang, baik terdiri dari nasakh, takhsis, dan sebagainya, maupun membahas tentang keadaan para fuqaha dan mujtahidin serta hasil karya mereka dalam menyikapi hukum tersebut.

Para fuqaha, ahli-ahli fiqh, hanyalah menerapkan kaidah-kaidah kulliyah, kaidah-kaidah yang umum meliputi keseluruhan, kepada masalah-masalah juz-iyah, kejadian-kejadian yang detail dengan mengistinbathkan, mengambil hukum dari nash-nash syara’, atau ruhnya, di kala tidak terdapat nash-nashnya yang jelas. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tarikh tasyri’ Islam ialah sejarah pembentukan hukum Islam yang disusun secara sistemalis dan kronologis.

B. Tujuan Mempelajari llmu Tarikh Tasyri’
Adapun tujuan untuk mempelajari tarikh tasyri’ adalah untuk mengetahui perkembangan hukum-hukum islam, prinsip-prinsip hukum islam, permasalahan yang dihadapi setiap zaman, dan hikmah-hikmah yang diperoleh dari permberlakukan sebuah hukum islam. Bahwa ruang lingkup fiqh islam meliputi segala aspek kehidupan manusia, kajian fiqh islam juga meliputi hukum-hukum dalam Aqidah, ekonomi, politik, keamanan negara, muamalah, Dll, dalam perkembangannya hukum-hukum tersebut sangatlah dinamis selalu berkembang dari zaman ke zaman sehingga mempelajari tarikh tasyri’ (sejarah hukum islam) sangatlah penting. Selain itu adalah untuk mengetahui sejarah perbedaan pandangan ulama mengenai sebuah hukum terhadap suatu masalah.

Diantara tujuan mempelajari Tarikh Tasyri’ adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui latar belakang munculnya suatu hukum atau sebab-sebab ditetapkannya suatu hukum syari’at, dalam hal ini penetapan hukum atas suatu masalah yang terjadi pada periode Rasulullah Saw adalah tidak sama atau memungkinkan adanya perbedaan dengan periode-periode setelahnya.
untuk mengetahui syarat-syarat serta alat-alat yang diperlukannya dalam pembentukan hukum
Untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum di setiap periode dari periode Rasulullah saw sampai sekarang.
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan terhadap hukum Islam.
Agar membangkitkan dan menghidupkan kembali semangat umat islam dalam mempelajari tarikh tasyri’.
Agar kita mampu memahami perkembangan syari’at Islam.
Agar kita tidak salah dalam memahami hukum Islam tersebut.
Dengan mempelajari tarikh tasyri kita melakukan langkah awal dalam mengkonstruksi pemikiran ulama klasik dan langkah-langkah ijtihadnya untuk ditransformasikan sehingga kemashlahatan manusia senantiasa terpelihara. Diharapkan, dengan mempelajari tarikh tasyri’ akan melahirkan sikap toleran dan dapat mewariskan pemikiran ulama klasik dan langkah-langkah ijtihadnya serta dapat mengembangkan gagasannya



C. Kegunaan mempelajari ilmu tarikh tasyri
Adapun kegunaan mempelajari ilmu tarikh tasyri, yakni manusia dapat memahami bagaimana proses pembentukan hukum yang dilakukan oleh tokoh-tokoh terdahulu hingga sekarang, dengan berbagai persyaratan yang diperlukannya, seperti mengenai sumber-sumber, asas-asas, prinsip-prinsip yang digunakan dalam pembentukan hukum di setiap periode yang senantiasa mengalami perkembangan.

D. Fungsi dan signifikansi Tarikh Tasyri adalah bahwa dalam memahami hukum islam harus mengetahui latar belakang munculnya suatu hukum islam, baik yang didasarkan pada Al-Quran maupun yang tidak. Tanpa memahami ini akan melahirkan pemahaman hukum yang cenderung “ekstrem” bahkan terkadang merasa benar sendiri. Mengenali Hukum islam itu baik dalam arti fiqih, fatwa, atau ketetapan hukum dari ulama secara baik secara individu maupun kelompok.

E. Fungsi sejarah
fungsi sejarah bagi generasi kemudian adalah memberikan pelajaran mendasar mengenai hikmah sebuah peristiwa dan mampu memberikan inspirasi bagi generasi yang akan datang. Dengan demikian sejarah pada hakikatnya tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Sejarah akan menjadi inspirasi kehidupan mereka, dan kehidupan mereka pada gilirannya juga akan menjadi inspirasi bagi generasi yang akan datang. Inilah potret sebuah kehidupan yang selalu terdaur ulang (siklus), perputaran yang tiada henti. Sejarah mewarnai realitas dan realitas mewarnai sejarah, sebuah proses dialektik yang dinamis. Oleh karena itu sangat beruntung bagi siapa saja yang dapat mengukir sejarah kehidupannya dengan baik, sebaliknya, adalah sebuah kerugian bagi mereka yang membuat sejarah yang buruk dalam hidupnya. Lebih-lebih bila dikaitkan dengan sejarah penetapan dan pembentukan hukum fiqih dalam Islam. Sebab dengan mengetahui sejarah penetapannya ( tarikh tasyri’) berarti masyarakat telah memiliki ilmu yang sangat tepat untuk mengetahui periodesasi perkembangann fiqih. Dimulai dari masa Rasulullah SAW hingga masa kini, seperti yang kita rasakan sekarang ini.

F. Kebutuhan manusia terhadap syariah
Bahwa manusia di ciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, saling mengenal dan saling memberi manfaat kepada sesamanya, manusia tidak bisa hidup sendiri , karena manusia selalu membutuhkan orang lain, manusia tidak bisa mencukupi kebutuhannya sendiri, baik makanan, minuman, pakaian , rumah dll, semuanya atas bantuan orang lain. manusia tidak mungkin menanam kapas sendiri, memintal kapas sendiri, menenun sendiri, memberi warna sendiri, dan kemudian menjahit sendiri, tentu membuat satu baju saja akan memakan waktu yang sangat lama. Maka manusia butuh bantuan orang lain dalam mencukupi setiap kebutuhan hidupnya. Itulah mengapa manusia disebut mahluk sosial, yaitu karena manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. manusia harus berkumpul dengan banyak orang dan harus bermasyarakat. Maka dalam bermasyarakat inilah manusia membutuhkan sebuah aturan hukum agar masing-masing orang dapat menghargai orang lain dan tidak dizolimi oleh orang lain



G. Ruang Lingkup Tarikh Tasyri’
Secara umum ruang lingkup kajian tarikh tasyri’ hanya dibatasi pada keadaan perundang-undangan Islam dari zaman-ke zaman dimulai dari zaman Rasul hingga zaman masa kini yang ditinjau dari sudut pertumbuhan perundang-undangan Islam. Sementara itu dalam kitab al-Madkhal ila Tarikhi al-Tasyri’ al-Islami mengatakan bahwa ruang lingkup tarikh tasyri’ tidak hanya terbatas pada sejarah pembentukan al-Qur’an dan al-Sunnah, melainkan juga mencakup pemikiran, gagasan, dan ijtihad para ulama semasa ia hidup. Perlu diketahui bahwa hukum islam tidak hanya berlaku pada zaman tertentu saja namun berlaku untuk setiap zaman. Secara lebih rinci ruang lingkup kajian tarikh tasyri’ islami itu adalah sebagai berikut:
a. Hukum ibadah
Bab Ibadah khusus berbicara tentang hubungan manusia dengan Tuhan. Pembentukan hukumnya bersumber pada nash-nash syariat langsung, oleh karena itu ketetapan hukum yang berhubungan dengan lapangan ibadah ini bersifat abadi, tidak memerlukan perubahan dan sesuai dengan segala zaman dan tempat.
b. Hukum Keluarga
Lapangan pembahasan hukum keluarga adalah lebih luas daripada lapangan munakahat, karena membahas masalah pernikahan, warisan, wasiat dan wakaf.
c. Hukum Muamalat
cab muamalat berisi tentang hak-hak manusia dalam hubungannya dengan satu sama lain.
d. Hukum Pidana
Hokum pidana ialah kumpulan aturan yang mengatur cara menjaga keselamatan hak dan kepentingan masyarakatdari perbuatan-perbuatan yg tidak dibenarkan.
e. Hukum Kenegaraan/Siyasah Syar’iyyah
Siyasah syar’iyyah (politik Islam) ialah politik yang mengatur pemerintahan, teori-teori yg menimbulkan suatu negara, syarat-syarat berdirinya suatu Negara serta keawajiban-kewajibannya.
f. Hukum Internasional
Lapangan pembahasan hukum internasional ini terdapat dua pembagian yang spesifik, pertama berkenaan dengan hukum perdata Internasional, yaitu aturan-aturan yang menerangkan hukum mana yang berlaku, dari dua hukum atau lebih. Kedua adalah hukum publik Internasional, lapangan hukum ini mengatur antara Negara Islam dengan Negara lain yang bukan dalam lapangan keperdataan.

H. Perbedaan Fiqih dan syari’ah
Sebelum membahas perbedaan antara fiqh dan syari’ah terlebih dahulu membahas definisi fiqih dan syariah. Dari segi bahasa fiqh (al-fiqhu) diartikan “paham dan cerdas”. Fiqh adalah mengetahui (al-‘ilm) pada definisi ini adalah pengetahuan yang sampai ketingkatan zhan atau asumsi. Fiqh adalah hukum islam yang tingkat kekuatannya hanya sampai ketingkatan zhan karena ditarik dari dalil-dalil yang zhanny. Ini sejalan dengan kata al-muktasab = diusahakan,digali yang mengandungbpengertian adanya campur tangan akal pikiran manusia dalam penarikannya dari dalil. Oleh karena itu pengetahuan tentang hukum islam yang tidak dicampuri oleh akal pikiran tidak disebut fiqh.
Sedangkan syariah dalam pengertian agama adalah jalan yang lurus yang ditentukan oleh Allah untuk dilaksanakan. Syariah meliputi segala ketentuan dan hukum yang ada berdasarkan Al-Quran dan hadits. Kata syariat sebagai nama bagi hukum yang ditetapkan Allah bagi hambanya dengan perantara Rasul baik mengenai amaliah lahiriah maupun akhlak dan aqaid. Syariah adalah jalan umum yang telah ditetapkan oleh Allah sedangkan Fiqh adalah ijtihad manusia mengenai masalah-masalah furuiyyah.



Fiqh dapat dibedakan dengan syariah sebagaimana berikut:
Sumber
Sumber pokok Syariah berasal dari wayu Illahi atau kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari wahyu seperti Al-Quran dan Hadits.
Sedangkan Fiqih berasal dari ijtihad ulama mengenai hukum suatu kejadian yang ada di masyarakat

Ruang lingkup
Ruang lingkupnya Syariat sangat luas karena didalamnya mencakup akidah,amaliah dan akhlak
Sedangkan Ruang lingkup fiqh hanya berkaitan dengan muamalah

Jangka waktu
Syariah berlaku abadi karena merupakan ketetapan dari Allah SWT dan ketentuan Rasulullah SAW.
Sedangkan Fiqih tidak berlaku abadi karena merupakan karya manusia. Fiqih dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

Sifat
Syariah menunjukan kesatuan dalam Islam, dan hanya ada satu.
Fiqih menunjukan keragaman, dimungkinkan melebihi dari satu aliran hukum/madzhab.

h. Perbedaan fiqh dan Usul Fiqh
a. Ilmu Ushul Fiqh merupakan dasar-dasar kaidah untuk membuat istinbath hukum, yakni menggali hukum-hukum dari kaidah-kaidah ushul fiqhiyah. Oleh itu, setiap mujtahid wajib mengetahui betul-betul ilmu Ushul Fiqh. Ini tak lain karena tujuan ilmu ushul fiqh ini adalah untuk mengimplementasikan kaedah-kaedah hukum Ushul Fiqh dengan dalil-dalil terperinci terhadap suatu permasalahan yang sedang dihadapi. Dengan demikian, kajian Ushul Fiqh sesungguhnya kajian ushul fiqh adalah untuk orang-orang tertentu yakni para cendekiawan.Hal ini berbeda dengan kajian ilmu fiqh bisa dikaji oleh siapa saja.
Jika ilmu Ushul Fiqh harus dipahami oleh seseorang mujtahaid, maka ilmu fiqh harus dipahami oleh mukallaf (orang-orang yang dikenakan beban hukum) secara keseluruhan. Ini kerena ilmu fiqh merupakan kajian tentang ketentuan hukum bagi setiap perbuatan manusia. Dengan ketentuan hukum inilah beragam perdebatan dan persengketaan di kalangan masyarakat dapat dielakkan.

b. Ushul Fiqh membahas dalil-dalil syar‘i adalah untuk membuat rumusan kaedah-kaedah hukum yang bertujuan untuk memudahkan seseorang untuk memutuskan sebuah hukum. Sebagai contohnya adalah beberapa kajian seperti berikut :
1) Kajian tentang kedudukan dan tingkatan dalil, baik dalil tersebut mempunyai kedudukan qath’i (hanya mempunyai satu interpretasi) ataupun dhanni (multi-interpretasi).
2) Kajian tentang indikasi hukum lafadz perintah (الأمر) dan lafadz larangan (النهي) baik dalam al-Qur’an ataupun al-Hadith. Dalam kaitan ini kajian Ushul Fiqh menemukan rumusan bahwa lafadz perintah menunjukkan hukum wajib sedangkan kata larangan menunjukkan hukum haram sejauh tidak ada indikasi (قرينة) yang menyatakan sebaliknya. Oleh itu, kajian ini kemudiannya dapat melahirkan kaedah Ushul Fiqh sebagai berikut :
الأ صل في الأمر يد ل على الوجوب والأصل في النهي يد ل على التحريم
Artinya: “Hukum asal daripada perintah adalah wajib sedangkan hukum asal daripada larangan adalah haram”.
3) Kajian tentang lafadz-lafadz ‘am atau lafadz-lafadz khas baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadith. Kajian tentang hal ini kemudian melahirkan kaedah Ushul Fiqh:
العام يتناول جميع أفراده مالم يخصص
Artinya: “Lafadz am itu meliputi semua unit-unit di bawahnya sejauh tidak dikhususkan [dikecualikan] oleh lafadz lain”.
Sedangkan pembahasan dalam fiqh tidaklah demikian. Pembahasan ilmu fiqh adalah berkaitan dengan perbuatan mukallaf. Apakah perbuatan mukallaf itu dihukumi halal atau haram Apakah perbuatan mukallaf itu sah atau batal? Dalam menentukan aspek hukum perbuatan mukallaf tersebut digunakan dalil-dalil terperinci (تفصيلي) berdasarkan pada kaedah-kaedah Ushul Fiqh yang bersifat umum dan global (إجمالي).



Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah atau landasan argumentatif yang dipakai untuk melahirkan hukum syara’ (fiqih). Singkatnya, Ushul Fiqh merupakan metodologi/jalan yang dipakai untuk melahirkan hukum fikih, sedangkan fikih merupakan produk hukum yang lahir lewat pengkajian metodologis Ushul Fiqh

Perbedaan antara Kaidah Qowaid Ushuliyah dan Qowaid Fiqqiyah
Persamaan antara kaidah ushul dan kaidah fiqh terletak pada kesaaman sebagai wasilah pengambilan hukum. Keduanya merupakan prinsip umum yang mencakup masalah-masalah dalam kajian syari’ah. Oleh karena itu, dalam perspetif ini kaidah ushul sangatlah mirip dengan kaidah fiqih.
Namun, kita pun bisa melihat perbedaan yang signifikan dari kedua kaidah tersebut, secara ringkas perbedaan kedua kaidah tersebut adalah sebagai berikut :
Obyek Qowaid Ushuliyah adalah dalil hukum, sedang Obyek Qowaid Fiqihiyah adalah perbuatan mukallaf.
Ketentuan Qowaid Ushuliyah berlaku bagi seluruh bagiannya (juziyahnya) sedangkan Ketentuan Qowaid Fiqihiyah berlaku pada sebagian besar (Aghlabiah) juziyahnya.
Qowaid Ushuliyah sebagai sarana istimbats hukum sedangakan Qowaid Fiqihiyah sebagai usaha menghimpun dan mendekatkan ketentuan hukum yang sama untuk memudahkan pemahaman fiqih.
kaidah Ushuliyah dicetuskan dan disusun oleh ulama ushul sedangkan kaidah Fiqihiyah oleh ulama Fiqih namun aplikasi kaedah tersebut selalu berkaitan, tidak berdiri sendiri mengingat kaidah ushul memuat pedoman penggalian hukum dari sumber aslinya sedangkan Qowaid Fiqhiyah merupakan operasionalisasi dari kaidah ushul tersebut.

Contoh qowaid ushuliyah : “sesuatu itu tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri dan juga tidak boleh membahayakan (merugikan) orang lain. maka setiap perbuatan yang merugikan (membahayakan) diri sendiri atau orang lain itu adalah haram (harus dihindari).

Sedangkan contoh qowaid fiqhiyah : judi adalah merugikan diri sendiri dan orang lain, judi mengandung unsur ketidakpastian hasil sehingga akan merugikan diri sendiri, maka judi adalah haram. Apapun bentuk perjudian tersebut yang mengandung unsur ketidakpastian hasil maka hukumnya adalah haram

Macam-macam tarikh tasyri’
Secara umum tasyri’ dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
tarikh Al-tasyri’ al-islami min jihat an-nashsh (Tasyri’ yang berasal dari al-Quran dan sunnah)
Yakni tasyri’ tipe ini dibatasi dari tasyri’ yang dibentuk pada zaman nabi Muhammad saw. yaitu al-qur’an dan sunah.
tarikh Al-tasyri’ alislami min jihat al-tawasu wa al-syumuliyyah (Tasyri’ yang berasal dari ijtihad sahabat, tabi’in dan ulama sesudahnya)
Yakni tasyri’ yang mencakup dari ijtihad sahabat, tabi’in dan ulama sesudahnya.
Tasyri’ ini dapat dibedakan menjadi dua bidang, yaitu bidang al-ibadah dan bidang al-muamalah. Topik-topik yang terpenting dalam bidang ibadah adalah thaharah sedangkan topik yang terpenting dalam mu’amalah adalah perkawinan dan perceraian.



Objek Tarikh Tasyri’
Tasyri’ islami mencakup semua jenis hukum yang ditetapkan Allah kepada hambanya yang terdiri dari :
a. Al- ahkam al- I’tiqadiyah ( hukum-hukum aqidah), yaitu semua hukum yang berkaitan dengan aqidah islam .
b. Al – ahkam al- wijdaniyah (hukum-hukum yang berkaitan dengan intuisi/hati), yaitu setiap yang berkaitan dengan masalah akhlak batin.
c. Al-ahkam al amaliyah (hukum-hukum yang berkaitan dengan amal perbuatan), yaitu setiap perbuatan indrawi/amali seorang hamba.

Hubungan Fiqih dengan Syari’at
Sebelum kita mengetahui hubungan antara fiqih dan syariat, terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian dari keduanya.
a. Pengertian fiqih
Fiqih menurut bahasa artinya “paham” dan “mengetahui”, sebagaimana firman Allahyang Artinya : “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya”. (At-Taubah:122)

Jadi, maksud dari fiqih dalam agama menurut penjelasan ayat ini berarti paham atau mengetahui semua permaslahan agama. Sedangkan menurut istilah yaitu ilmu yang mempelajari hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.

b. Pengertian syariat
Secara bahasa, syari’ah berarti al-‘utbah (lekuk-liku lembah), al-‘atabah (ambang pintu dan tangga), maurid al-syaribah (jalan tempat peminum mencari air), dan al-thariqah al-mustaqimah (jalan yang lurus).
Adapun dalam arti terminologi, syariah adalah:
ما سنة الله لعباده من احكام عقائدية اوعملية اوخلقية (Apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk hamba-Nya, baik dalam bidang keyakinan (i’tiqadiyyah), perbuatan maupun akhlak).

Dengan demikian, yang dimaksud dengan syari’ah menurut pengertian diatas adalah peraturan yang telah ditetapkan (diwahyukan) oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw. untuk manusia yang mencakup tiga bidang, yaitu keyakinan, perbuatan, dan akhlak.

Jadi hubugan antara syariah dan fiqh adalah syariah sebagai jalan yang telah ditetapkan oleh Allah sedangkan fiqh adalah tata cara dalam menjalankan syariah yang telah ditetapkan tersebut, contoh: syariat adalah Allah menetapkan bahwa sholat itu wajib, sedangkan fiqh adalah iijtihad ulama mengenai rincian tata cara dalam mengerjakan sholat



Periodisasi Tarikh Tasyri’
Menurut Musthofa Ahmad al-Zarqa secara lengkap periodisasi pembentukan hukum islam dibagi menjadi tujuh. Adapun secara lebih rinci adalah sebagai berikut:
1. Periode pada masa Rasulullah saw.
Pada periode ini kekuasaan pembentukan hukum berada pada tangan Rasulullah saw. Sumber hukum islam ketika itu adalah al-quran. Apabila ayat al-quran tidak turun ketika ia menghadapi suatu masalah, maka ia dengan bimbingan allah swt. Menentukan hukum sendiri (sunah Rasulullah saw).
2. Periode pada masa sahabat (khulafaur-rasyidun sampai pertengahan abad ke 1)
Setelah wafatnya Rasulullah saw. Pembentukan hukum pada masa ini dengan cara Ijtihad. Ketika itu para sahabat melakukan ijtihad dengan berkumpul dan memusyawarahkan persoalan itu. Apabila sahabat yang menghadapi persoalan itu tidak memiliki teman musyawarah atau sendiri, maka ia melakukan ijtihad sesuai dengan prinsip-prinsip.
3. Periode pada masa pertengahan abad ke 1 H sampai awal abad ke 2 H
Periode ini merupakan pembentukan awal fiqih islam, pada periode ini pengertian fiqih sudah tidak sama lagi dengan pengertian ilmu. Karena fiqih sudah menjelma menjadi salahsatu cabang keislaman yang mengandung pengertian “mengetahui hukum-hukum syara’ yang bersifat amali dari dali-dalilnya yang terperinci”. Disamping berkembangnya fiqih, ushul fiqih pun telah matang menjadi salah satu cabang ilmu keislaman. Pada periode ini berbagai metode ijtihad telah dikembangkan oleh ulama fiqih.
4. Periode pertengahan abad ke 2 H sampai pertengahan abad keempat H
Pada periode ini disebut sebagai periode gemilang, karena fiqih dan ijtihad ulama semakin berkembang. Pada masa inilah muncul berbagai madzhab, khususnya madzhab yang empat.
5. Pertengahan abad ke 4 H sampai abad ke 7 H
Periode ini ditandai dengan menurunnya semangat ijtihad dikalangan ulama fiqih, karena mereka telah puas dengan fiqih yang telah disusun oleh berbagai madzhab.
6. Pertengahan abad ke 7 H sampai munculnya majallah al-ahkam adliyyah pada tahun 1286 H
Periode ini ditandai dengan kelemahan semangat ijtihad dan berkembangnya taklid serta ta’asub madzhab.
7. Periode sejak munculnya majallah al-ahkam adliyyah sampai sekarang

Ada tiga ciri pembentukan fiqih islam pada periode ini, yaitu:
1). Munculnya majallah al-ahkam adliyyah sebagai hukum perdata umum yang diambilkan dari fiqih madzhab Hanafi.
2). Berkembangya upaya kodifikasi hukum islam.
3). Munculnya pemikiran untuk memanfaatkan berbagai pendapat yang ada di seluruh madzhab, yang sesuai dengan kebutuhan zaman.

Komentar

Postingan Populer

FIKIH 7 BAB 4 - Zikir dan Do'a

FIKIH 7 BAB 5 - Shalat Jum'at

FIKIH 7 BAB 6 - Shalat Jama' Qashar